Minggu, 08 April 2012

CURHATAN HATI SEORANG MUSLIM CINA INDONESIA


Nama saya Felix Y. Siauw, kelahiran Palembang 26 tahun yang lalu, dan setidaknya dalam jangka waktu yang lebih dari ¼ abad itu saya sudah merasakan banyak sekali kesulitan dan kebahagiaan hidup. Setidaknya ada 4 momen paling bahagia bagi saya, yaitu tahun 2002 ketika saya memutuskan untuk mengganti keyakinan dengan mengakui Allah swt, sebagai satu-satunya Tuhan dan sesembahan.

Tahun 2006 ketika saya menikahi seorang muslimah yang kelak memberikan saya 2 momen bahagia lagi; kelahiran Alila Shaffiya asy-Syarifah pada tahun 2008 dan Shifr Muhammad al-Fatih 1453 pada tahun 2010.
Dari nama yang saya publish, sebagian besar pasti memahami bahwasanya saya tergolong etnis Cina. Dan inilah salah satu sebab kenapa saya menulis tulisan ini, disamping alasan utamanya adalah karena kewajiban mendakwahkan Islam dan pemikiran-pemikirannya ke seluruh dunia.

Ini adalah sebuah curahan hati dan aduan serta penjelasan dari seorang Ayah, Muslim-“Cina”. Walaupun banyak kasus lain yang saya alami berkaitan dengan ide bid’ah nasionalisme yang diwariskan Belanda dan Barat, saya akan sedikit memfokuskan pada satu kisah yang baru saja saya alami.
Berawal ketika Istri saya yang melahirkan anak keduanya di RS. Budi Kemuliaan Jakarta Pusat, setelah itu seperti biasa, atas nama pribadi ada beberapa karyawan yang menawarkan jasa pembuatan akte kelahiran putra saya. Dan kami pun menyambut baik tawaran yang dibandrol dengan harga Rp. 100.000. Tak berapa lama, setelah karyawan tadi melihat fisik saya, lalu dia bertanya pada istri:

“Bu, bapaknya muslim bukan? keturunan ya?”

“Muslim kok, emang kenapa mbak?” Jawab istri saya santai,

“Nikahnya pake cara Islam kan?, karena kalo nikahnya beda agama susah ngurusnya bu, dan beda juga biayanya..”

“Ya Islam lah, bedanya apa mbak”, sedikit terintimidasi, Istri saya tetap berusaha santai

“Kalo pribumi 100.000 kalo keturunan 250.000”

Setelah memberitahu saya perihal percakapan ini, dengan agak kesal saya pun mencoba membuktikan perkataan istri saya tadi. Ternyata benar, ada diskriminasi kepengurusan akte kelahiran, dan dokumen yang diperlukan pun lebih daripada yang biasanya.

Walau saya desak dengan berbagai dalil, termasuk dengan dalil bahwa penghapusan istilah WNI Keturunan sudah dilakukan, tetap saja tidak ada penjelasan yang memadai kepada saya. Bertambah kekesalan saya, maka saya memutuskan untuk mengurus sendiri akte kelahiran anak kedua saya. Bukan masalah uang, ini masalah ide kufur yang tidak perlu diberikan ruang toleransi.

Langkah pertama adalah melakukan browsing ke Internet ke alamat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil; www.kependudukancapil.go.id, dan di situ saya mendapatkan informasi bahwa pembuatan akte kelahiran biayanya gratis s/d Rp. 5000.

Dan syaratnya: Surat Keterangan Lahir, KK, KTP Orangtua, dan Surat Pengantar RT/RW yang dilegalkan Kelurahan. Ternyata setelah saya datang pada hari Rabu, 07 Juli 2010, petugas malah meminta akte kelahiran untuk dikonfirmasi apakah saya warga keturunan atau bukan. Dan sekali lagi saya katakan bahwa urusan keturunan sudah tidak ada, semua yang dilahirkan di tanah Indonesia adalah WNI.

Dan setelah itu akhirnya saya tetap diminta membayar Rp. 70.000, sebelum membayar saya menanyakan bukti pembayarannya, sedikit gagap petugas menyatakan bahwa lembar bukti penyerahan dokumen sudah dianggap menjadi bukti pembayaran (nanti coba kita liat ya). Dan yang paling menyakitkan, ditulis lagi dalam keterangan permintaan akte kelahiran bahwa anak saya termasuk Stbld. 1917.

Lalu dengan serius saya tanyakan: “Masih berlaku tuh stbld?”

“Oh masih pak, semuanya harus ditulis begitu”

“Oh gitu, kirain jaman belanda aja pake stbld!” sindiran dari saya yang tampaknya tidak dipahami petugas bersangkutan.

Ok, cukup cerita pendahuluan saya, sekarang kita masuk ke pokok pembahasan.

1. Inilah budaya pegawai negeri Indonesia yang jauh dari kesan profesional dan korup, birokrasi yang terbiasa tidak jujur dan selalu mencari kesempatan atas minimnya data yang mereka beri kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Sehingga seolah-olah masyarakat yang harus membayar mereka karena pelayanan itu, padahal pelayanan mereka sudah dibayar oleh negara.

Sampai setelah saya membayar Rp. 70.000 itu, saya tidak mengetahui kemana uang ini dialokasikan, dan parahnya yang menerima uang ini adalah muslim. Saya terima kalau yang melakukan korupsi ini bila bukan muslim, tapi pelakunya sekali lagi adalah muslim, yang seharusnya menjadi pekerja yang paling jujur karena aqidahnya memerintahkan begitu

2. Budaya rasialis dan nasionalisme kampungan rupanya masih menjadi mental ummat Islam saat ini. Mereka membedakan antara pribumi dan keturunan. Tanpa mereka ketahui bahwa cara ini adalah strategi utama belanda dalam melakukan politik divide et impera dan menghancurkan sendi ekonomi dan masyarakat.

Politik rasialis ini dimulai ketika VOC dan Pemerintah Belanda membagi kelompok masyarakat menjadi Inlander (pribumi) dan Vreemde Oosterlinge (Orang Timur Asing, termasuk Cina, Arab dan India), lalu memberikan akses ekonomi kepada Vreemde Oosterlinge terutama orang Cina sehingga pecahlah permusuhan dan kebencian antara Inlander dan Vreemde Oosterlinge (lihat Buku Api Sejarah, Ahmad Mansur Suryanegara).

Politik rasialis ini bahkan dimulai semenjak awal pencatatan akta kelahiran dengan membedakan antara Inlander dan Vreemde Oosterlinge, antara agama penjajah Belanda Kristen dan Katolik serta Islam. Lihat saja akte kelahiran Anda yang muslim pribumi akan mendapatkan kode Stbld. 1920, sedangakan yang nasrani pribumi mendapatkan kode Stbld. 1933, warga keturunan dari timur (Cina, Arab, India, dan lainnya) dengan Stbld. 1917. Akta kelahiran inilah yang menjadi dasar dalam perbedaan perilaku penjajah Belanda dalam masalah pendidikan, pekerjaan dan status sosial.

Sayangnya (baca: bodohnya), pemerintah Indonesia justru mengadopsi Stbld. (Staatsblad, artinya Peraturan Pemerintah Belanda) menjadi aturan dalam pencatatan kelahiran yang otomatis dari awal sudah membedakan membuat rasial penduduknya berdasarkan cara penjajah Belanda membedakannya.

Jadi ketahuan sekali bahwa negara kita secara hukum dan ekonomi masih terjajah dan samasekali belum merdeka. Nah, wajar kan kalau kita liat konflik horizontal maupun vertikal atas nama etnis masih terjadi di negeri ini? karena memang dari awal pemerintah Indonesia sudah meniatkannya. Membebek penjajah Belanda. Dan hampir sebagian besar hukum kita adalah adopsi Belanda.

Belum puas rupanya dijajah 350 tahun?!

Inilah ikatan-ikatan yang merusak dan terbukti menimbulkan perpecahan dan konflik yang tak berkesudahan. Ikatan yang muncul dari pemikiran yang dangkal dan sempit. Ikatan etnisitas, kekauman dan juga termasuk ikatan nasionalisme kampungan. Ikatan inilah yang menyebabkan muslim Indonesia tidak memperdulikan muslim Palestina hanya karena dibatasi oleh garis-garis khayal batas negara.

Ikatan ini juga yang memenangkan penjajah Belanda ketika membelah ummat Islam Indonesia atas nama etnis. Dan ikatan ini pula yang menyebabkan Arab Saudi, Yordan, Turki, Mesir, Irak, Iran dan semua negara muslim saat ini terpecah belah padahal dahulunya mereka adalah satu kekuatan. Inilah sebuah ikatan palsu yang harus dimusnahkan: fanatisme golongan, bangsa dan semacamnya yang kita kenal dengan kata ashabiyah.

Padahal Rasulullah dengan sangat jelas telah mewanti-wanti agar kita jangan membedakan diri berdasarkan sesuatu yang tidak pernah dipilih manusia atau bagian dari qadar Allah.

Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada wajah kalian dan tidak pula kepada bentuk tubuh kalian, akan tetapi Allah melihat qalbu (akal dan hati) kalian dan perbuatan kalian (HR Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurrairah)

Maka benarlah dalam aturan kewarganegaraan Daulah Madinah ketika Rasulullah saw. menjadi kepala negara, beliau saw. hanya membedakan 2 jenis penduduk; muslim dan kafir. Begitu pula yang dilaksanakan Khulafaur Rasyidin setelah beliau dan Khalifah-khalifah setelah mereka sampai runtuhnya Daulah Khilafah Islam Utsmaniyah tahun 1924. Artinya pembedaan kewarganegraan adalah berdasarkan pengakuannya atas Islam, bukan yang lain seperti fanatisme golongan atau bangsa.

Juga larangan sempurna dari Rasulullah atas sikap fanatisme golongan, bangsa dan semacamnya yang dirangkum dalam larangan ashabiyah.

Siapa saja yang berperang di bawah panji kebodohan marah karena suku, atau menyeru kepada suku atau membela suku lalu terbunuh maka ia terbunuh secara jahiliyah (HR Muslim)

Bukan dari golongan kami siapa saja yang mengajak kepada ashabiyah, bukan pula dari golongan kami orang yang berperang karena ashabiyah, dan tidak juga termasuk golongan kami orang yang mati karena ashabiyah (HR Abu Dawud)

Tidak ada keistimewaan khusus karena warna kulit, karena jenis dan karena tanah air. Dan tidak halal seorang muslim merasa fanatik (ta’ashub) karena warna kulitnya melebihi kulit orang lain, karena golongannya melebihi golongan lain dan karena daerahnya melebihi daerah orang lain. Pribumi ataupun keturunan. Bahkan Islam menaruh ikatan semacam ini dalam posisi yang paling rendah karena pemikiran semacam ini adalah batil.

Tapi inilah kondisi masyarakat dan ummat, mereka mempunyai cap tertentu bagi etnis tertentu, dan akhirnya bukan melihat karena ketakwaannya tetapi karena bentuk wajahnya. Hanya karena seseorang berwajah Arab lantas setiap bertemu tangannya dicium, karena persangkaan bahwa arab identik dengan Islam (ironis).

Hanya karena seseorang berwajah Cina lantas diidentikkan dengan kafir? (lebih ironis), lebih aneh lagi kalau ketemu bule semuanya serba senang, sumringah dan berjalan menunduk (kacau).

Inilah mental-mental terjajah, mental yang sangat ridha dan bangga kepada negara yang menjajahnya tapi lupa sama sekali dengan Tuhan yang menciptakan dirinya dan memberinya kenikmatan. Padahal kita semua sebagai muslim tidak diseru kecuali berpegang pada aqidah yang satu, ikatan yang satu, perintah yang satu dan kepemimpinan yang satu. Tauhid dalam segala bidang.

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai (QS ali Imraan [3]: 103)

Seandainya saja Rasulullah masih ada, maka tentu dia akan menghapuskan segala macam diskriminasi dan rasialisme yang diwariskan dunia Barat kepada kaum muslim. Seandainya saja Umar bin Khattab masih ada, maka pastilah beliau sendiri yang akan menghunus pedangnya untuk memenggal penyeru ashabiyah.

Tapi mereka telah tiada, namun bukan tanpa warisan. Rasulullah menyiapkan sebuah sistem buat ummatnya agar ummatnya dapat bersatu padu dan kuat dalam satu kepemimpinan di seluruh dunia. Insya Allah saat Khilafah Islam tegak satu saat nanti, Khalifah lah yang akan mengomando kaum muslim membunuh ashabiyah.

Penulis : Felix Siauw



Senin, 19 Maret 2012

1 Wanita Dapat Menarik 4 Pria Masuk Neraka

Wasiat Rasulullah SAW kepada Sayidina Ali RA:

Wahai Ali,
Bagi orang mukmin ada 3 tanda-tandanya:
Tidak terpaut hatinya pada harta benda dunia
Tidak terpesona dengan bujuk rayu wanita
Benci terhadap perbualan dan perkataan sia-sia
Wahai Ali,
Bagi orang alim itu ada 3 tanda-tandanya:
Jujur dalam berkata-kata
Menjauhi segala yang haram
Merendahkan diri
Wahai Ali,
Bagi orang yang takwa itu ada 3 tanda-tandanya:
Takut berlaku dusta dan keji
Menjauhi kejahatan
Memohon yang halal karena takut jatuh dalam keharaman
Seorang wanita, pada hari akhirat akan menarik empat golongan lelaki bersamanya ke dalam neraka.
Pertama:-ayahnya
Apabila seseorang yang bergelar ayah tidak memperdulikan anak-anak perempuannya di dunia.
Dia tidak memberikan segala keperluan agama seperti mengajar sholat, mengaji & sebagainya.
Dia membiarkan anak-anak perempuannya tidak menutup aurat…..
Dia hanya memberi kemewahan dunia saja
maka dia akan ditarik oleh anaknya.
Kedua:-suaminya
Apabila sang suami tidak memperdulikan tindak tanduk isterinya.
Bergaul bebas,
menghias diri bukan untuk suami tapi untuk pandangan kaum lelaki yang bukan mahram…,
apabila suami mendiam diri……
walaupun dia seorang alim yang sholatnya tidak ditangguhkan, puasa tidak tinggal maka dia akan ditarik oleh isterinya.
Ketiga:- abang-abangnya
Apabila ayahnya sudah tiada, tanggungjawab menjaga martabat wanita jatuh ke pundak abang-abangnya…..
jikalau mereka hanya mementingkan keluarganya saja sedangkan adik perempuannya dibiarkan melenceng dari ajaran ISLAM….
tunggulah tarikan adiknya di akhirat
Keempat:-anak lelakinya Apabila seorang anak tidak menasihati seorang ibu perihal kelakuan yang haram dari Islam, maka anak itu akan disoal dan dipertangungjawabkan di akhirat kelak…….
nantikan tarikan ibunya
Maka kita lihat betapa hebatnya tarikan wanita bukan saja di dunia malah di akhirat pun tarikannya begitu hebat….
maka kaum lelaki yang bergelar ayah/suami/abang atau anak harus memainkan peranan mereka yang sebenarnya.
By : Cahaya Iman VOA-ISLAM.COM

Jumat, 09 Maret 2012

Panji Rosululloh Berkibar di Suriah

Syabab.Com - Ketegaran kaum Muslim di Suriah untuk melawan rezim despotik Bashar al-Assad semakin berani dan meluas. Puluhan aksi di berbagai kota dan daerah di Suriah digelar pada hari Jumat lalu dengan apa yang dinaman Jumat Intanshurullah Yanshurkan, Jumat, 06/01/2012. Royatul uqob, al-liwa dan ar-royah pun berkibar di tengah-tengah para pengunjuk rasa.
Hampir di setiap tempat di mana aksi massa berlangsung, kaum Muslim, baik tua dan muda berkumpul, berbaris dengan rapat. Mereka tidak lelah meneriakkan yel-yel penentangan mereka terhadap Bashar al-Assad yang telah banyak membunuhi kaum Muslim. 

Mereka juga berulang kali berdizkir, meneriakkan takbir, tahlil serta kalimah "Ya Allah" memohon kepada Sang Pemberi pertolongan untuk menurunkan pertolongannya kepada kaum Muslim di Syam. 

Di beberapa tempat, massa juga membawa panji-panji al-liwa dan ar-royah, panji Rasulullah yang akan menjadi panji Khilafah masa depan. Panji yang bertuliskan kalimah tauhid, "Laa ilaaha illallah muhammad rasulullah" itulah yang mengikat persatuan mereka. 

Di Khalidiyah, Homs, selain massa meneriakkan yel-yel, panji al-Liwa juga ikut berkibar di tengah-tengah kerumunan para pengunjuk rasa yang berjubel. Aksi juga digelar di daerah lainnya di Homs. Beberapa panji-panji Rasulullah ikut serta dikibarkan. 

Sementara di Allepo, sebelah utara Suriah, warga meneriakkan Ya Allah sambil mengibarkan panji-panji al-liwa dan ar-royah. Aksi Jumat Intanshurullah Yanshurkan tidak hanya digelar pada siang hari saja, namun juga berlanjut hingga malam dan hari-hari berikutnya. 

Di Baba Amru, salah satu daerah yang banyak berjatuhan para syuhada yang dibantai rezim berkuasa, warga juga mengibarkan panji-panji Khilafah masa depan itu. Bahkan mereka meneriakkan tuntutan untuk penegakkan syariah di negeri Syam yang diberkahi itu. 

Sekalipun aksi berlangsung secara damai, di beberapa tempat, rezim berkuasa menargetkan warga untuk dibunuh. Beberapa orang telah syahid selama aksi Jumat Intanshurlullah Yanshurkum tersebut. 

Namun, warga tidak gentar dan tidak takut. Bahkan dengat tekad dalam Jumat Intanshurullah Yanshurkum, kematian syahid menjadi cita-cita mereka. 

Demikianlah, perjuangan kaum Muslim di negeri Syam, sebuah negeri yang telah dikabarkan berulang kali oleh Rasulullah sebagai negeri yang diberkahi. Bahkan dalam suatu keterangan menyebutkan pusat negeri Islam itu ada di Syam. 

Semua ini mengingatkan kita kepada Rasulullah Saw tercinta yang bersabda: “Sungguh, besok aku akan menyerahkan ar-Rayah ini kepada seseorang laki-laki yang mencintai Allah dan Rasul-Nya serta dicintai Allah dan Rasul-Nya,” Lalu Beliau menyerahkannya kepada Ali bin Abi Thalib. (HR. Muttafaq ‘alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan, sesungguhnya Rasulullah Saw. masuk ke kota Makkah pada saat pembebasan Makkah, sementara Liwa’ Beliau berwarna putih. (HR. Ibn Majah dari Jabir). 

Semoga Allah Swt segera memberikan pertolongan kepada umat ini dengan tegaknya Khilafah Rasyidah yang telah dijanjikan. Insya Allah, semakin dekat. Amin. [m/f/homs/syiria.revolution/syabab.com]

Minggu, 04 Maret 2012

Perbedaan Jilbab, Khimar, dan Kerudung

Seringkali terjadi misunderstanding antara perbedaan jilbab, khimar dan kerudung, terutama pada jilbab dan kerudung. Jenis pakaian ini merupakan pakaian dari wanita yang mayoritas digunakan oleh seorang muslimah, walau tak hayal terkadang non-muslimpun menggunakan jenis pakaian seperti ini. Sebelum kita berbicara lebih banyak tentang jilbab, khimar dan kerudung, mari kita kenal dulu hukum-hukum Islam tentang aurat wanita.

Menutup aurat merupakan kewajiban bagi semua muslim. Untuk pria yaitu mulai dari pusar sampai lutut dan pada wanita seluruh tubuh kecuali uka dan telapak tangan. Dasar hukumnya ada pada Q.S. Al-A’raaf ayat 26 yang kurang lebih seperti dibawah ini artinya.

"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat."

Pada postingan ini, penulis tidak akan menguraikan secara detail dari ayat diatas, namun penulis hendak memperjelas pengertian dari jilbab dan pakaian sejenisnya yaitu jilbab, khimar dan kerudung.


JILBAB

Jelas sekali bahwa jilbab wajib hukumnya dikenakan oleh wanita muslim atau muslimah. Dalam Al-Qur’an kitabulloh, Q.S. Al-Ahzab ayat 59 yang kurang lebih artinya adalah sebagai berikut:

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kata hendaklah merupakan penegasan bahwa penggunaan jilbab bagi wanita hukumnya wajib dilaksanakan dengan kausalitas bahwa setelah menggunakan jilbab akan membuat si wanita tidak diganggu.

Definisi Jilbab adalah pakaian bawah terusan yang menutupi seluruh aurat wanita mulai dari leher hingga ujung kaki. Pakaian ini layaknya mantel atau jas hujan. Berikut gambarnya:



KHIMAR

Khimar merupakan pakaian atas atau penutup kepala. Desain pakaian ini yaitu menutupi kepala, leher dan menjulur hingga menutupi dada wanita dari belakang maupun dari depan (termasuk menutupi tulang selangka). Khimar ini tidak diikatkan ke leher seperti kerudung, karena jika hal tersebut dilakukan, maka akan memperjelas bentuk lekuk dada dari wanita. Jadi khimar harus menjulur lurus kebawah dari kepala ke seluruh dada tertutupi. Berikut contoh gambarnya.




KERUDUNG

Kerudung hampir mirip dengan Khimar , namun kerudung tidak dianjurkan dalam Islam, karena desain kerudung cuma sebagai penutup kepala saja. Kerudung yang hanya sebagai penutup kepala, tidak sepanjang khimar yang mampu menutupi dada wanita sekaligus. Berikut contohnya dari kerudung itu.


Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan secara desain dari jilbab, khimar dan kerudung. Sementara dari sisi penggunaan, jelas sekali bahwa wanita wajib hukumnya menutupi aurat dengan pakaian yang dianjurkan seperti pada wanita di masa nabi Muhammad S.A.W. yaitu menggunakan kombinasi jilbab (pakaian bawah) dan khimar (pakaian atas). Dengan menggunakan jilbab dan khimar, maka semua aurat wanita dapat tertutupi termasuk pada bagian dada (tanpa membentuk lekukan).

kaskus.com

Jumat, 02 Maret 2012

Mencetak Label Nama Undangan

Anda pasti sering menemukan sebuah label nama berbentuk persegi panjang yang tertempel di kertas undangan, yang berisi nama dan alamat orang yang diundang untuk menghadiri undangan tersebut. Mungkin anda pernah terheran-heran, bagaimana cara mencetak nama-nama di label tersebut? Apakah memerlukan sebuah software khusus ataukah ada teknik khusus?
Tips berikut akan menunjukkan bagaimana cara mencetak (nge-print) di Label undangan, sangat mudah, dan hanya memerlukan waktu sekitar 5 menit untuk anda bisa mempraktekkan sendiri. Alat-alat yang dibutuhkan hanya seperangkat komputer plus printer, ditambah dengan penggaris dan tentunya selembar kertas label (lihat gambar) dengan ukuran bebas terserah kebutuhan anda.


1. Jalankan Microsoft Office, setelah itu buat dokumen baru [File] --> [New]
2. Klik Menu [Tools] --> [Letters and Mailings] --> [Envelopes and Labels]


3. Untuk Office 2007 klik menu [Mailings] dan klik [Label] yang terletak di sebelah kiri.
4. Pada jendela Envelopes and Labels, klik Tab Label kemudian klik tombol Options


5. Akan muncul Label Options, bisa anda lihat disana secara default telah ada berbagai macam merek label, untuk memulai membuat Label yang sesuai dengan yang anda miliki tinggal klik [New Label]

 
 6. Pada jendela New Costum Laser masukan data-data yang diperlukan



  • Label Name isilah sesuai dengan keinginan anda
  • Top Margin diukur dari tepi kertas atas sampai ke tepi Label paling atas
  • Side Margin dari tepi kertas sebelah kiri sampai ke tepi label paling kiri
  • Vertical Pitch dihitung dari tepi atas label baris pertama (No. 1) sampai ke tepi atas label baris kedua (No. 2)
  • Horizontal Pitch dihitung dari tepi kiri label kolom pertama (No. 1) sampai ke tepi kiri label kolom kedua (No. 3)
  • Label high, tinggi label dihitung dari tepi atas label sampai tepi bawah label. Untuk lebih mudahnya tinggi label ini biasanya tertera di bungkus label yang anda beli, Misal bila anda membeli Label type 103 maka biasanya memiliki tinggi 3,2 cm
  • Label Width, lebar label dihitung dari tepi kiri label sampai tepi kanan label.
  • Number across, diisi dengan banyaknya label dalam satu baris (untuk label undangan biasanya 4)
  • Number down, banyaknya label dalam satu kolom (biasanya 4)
  • Page Size, sebaiknya anda pilih ukuran Letter (Catatan: diingat ukuran Page Size harus sama dengan Page pada pada Properties Printer Anda, karena jika tidak sama maka hasil Print tidak akan pas)
  • Setelah semua terisi dengan benar, kemudian klik OK
8. Lalu pada Label Options klik OK
9. Pada Jendela [Envelopes and Labels] kini terlihat jenis Label yang baru saja anda buat, dalam contoh Tasikisme Label.



Untuk memulai mencetak nama-nama pada Label, kemudian klik [New Document] dan anda akan dibawa ke halaman baru yang berisi tabel dengan jumlah kolom dan baris sesuai dengan kolom dan baris pada Label Properties yang telah anda buat. Tinggal anda isi kolom-kolom tersebut dengan nama dan alamat sesuai kebutuhan anda, lalu cobalah untuk memprint-outnya.
Selamat mencoba!Coppas From http://cetaksablon.blogspot.com/

Rabu, 22 Februari 2012

Manfaat Penerapan Syariah Secara Kaaffah


Tujuan-tujuan Agung Penerapan Syariat Islam (Maqâshid asy-Syarî`ah)

Syariah Publications – Untuk melihat lebih jauh tentang potensi penerapan syariat Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, kita perlu mengkaji tujuan luhur penerapan syariat Islam dalam memelihara kehidupan masyarakat dengan hukum-hukum yang dapat ditargetkan dan diandalkan untuk memelihara aspek- aspek penting. Paling tidak, ada 8 aspek dalam kehidupan luhur masyarakat manusia yang dipelihara oleh syariat Islam ketika diterapkan, yaitu:
1.      Memelihara Keturunan: dengan mensyariatkan nikah dan mengharamkan perzinaan; menetapkan berbagai sanksi hukum terhadap para pelaku perzinaan itu, baik hukum cambuk maupun rajam. Dengan itu, kesucian dan kebersihan serta kejelasan keturunan manusia terjaga (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 1; QS ar-Rum [30]: 21; QS an-Nur [21]: 2).
Cobalah bandingkan dengan sistem demokrasi yang memberikan kebebasan pribadi, kebebasan berperilaku, kebebasan berhubungan seksual (freesex), homoseks, lesbianisme, dan sebagainya yang mereka anggap sebagai bagian dari HAM. Semua itu berujung pada ketidakjelasan keturunan, perselingkuhan, brokenhome, keterputusan hubungan keke-luargaan, serta merebaknya berbagai penyakit kelamin dan AIDS. Keja-dian-kejadian demikian bukan hanya merugikan kaum Muslim melainkan seluruh kemanusiaan. Sebaliknya, dengan Islam, semua itu ditiadakan dalam kehidupan. Keuntungan pun akan dirasakan oleh setiap manusia, baik Muslim ataupun non-Muslim.
2.      Memelihara Akal: dengan mencegah dan melarang dengan tegas segala perkara yang merusak akal seperti minuman keras (muskir) dan narkoba (muftir) serta menetapkan sanksi hukum terhadap para pelakunya. Di samping itu, Islam mendorong manusia untuk menuntut ilmu, melaku-kan tadabbur, ijtihad, dan berbagai perkara yang bisa mengembangkan potensi akal manusia dan memuji eksistensi orang-orang berilmu (Lihat: QS al-Maidah [5]: 90-91; QS az-Zumar [39]: 9; QS al-Mujadilah [58]: 11). Pemeliharaan akal demikian dilakukan bagi setiap orang tanpa meman-dang agamanya apa. Jika demikian, kemaslahatannya pun akan dirasakan oleh semua manusia. Secara kolektif hal ini sangat memini-mumkan social cost yang harus dibayar oleh umat manusia.
Bandingkan dengan cara-cara penanganan pemerintahan kapitalis yang selalu bersikap kompromistis (pemecahan jalan tengah) yang telah menghabiskan dana miliaran dolar tanpa hasil yang nyata. Mereka melarang konsumsi alkohol tetapi tidak menutup pabriknya. Uang dan kebebasan memiliki harta merupakan dorongan kuat bagi para bandar ekstasi dan mafia obat bius untuk tetap melakukan bisnis barang yang sangat merusak generasi manusia.
3.      Memelihara Kehormatan: yakni dengan melarang orang menuduh zina, mengolok, menggibah, melakukan tindakan mata-mata, dan menetapkan sanksi-saksi hukum bagi para pelakunya. (Lihat: QS an-Nur [21]: 4; QS al-Hujurat [49]: 10-12). Selain itu, Islam mendorong manusia untuk menolong orang yang terkena musibah dan memuliakan tamu. Aturan demikian bukan hanya untuk sesama kaum Muslim, melainkan juga untuk setiap manusia.
Bandingkan dengan kebebasan berbicara dan berperilaku yang diberikan demokrasi kapitalistik. Kebebasan semacam ini membuat manusia tidak menghormati sesamanya: anak tidak menghormati orangtuanya; istri tidak menghormati suaminya, bahkan manusia tidak menghormati tuhannya. Tidak sedikit orang-orang Amerika yang membuat parodi dan film yang melecehkan Yesus Kristus maupun tuhan mereka yang lain. Pastur dan gereja adalah bahan olokan dan ejekan yang biasa.
4.    Memelihara Jiwa Manusia: dengan menetapkan sanksi hukuman mati bagi orang yang telah membunuh tanpa hak dan menjadikan hikmah dari hukuman itu (qishâsh) adalah untuk memelihara kehidupan (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 179). Kalaupun tidak dikenai hukum qishâsh, yang berlaku adalah hukum denda (diyat). Berdasarkan diyat ini, keluarga korban berhak atas ganti rugi yang wajib diberikan pihak keluarga pembunuh sebesar 1000 dinar (4250 gram emas), atau 100 ekor unta, atau 200 ekor sapi (Lihat: Abdurrahman al-Maliki, Nizhâm al-`Uqûbât, Dar al-Ummah, hlm. 87-121). Dengan syariat Islam jiwa setiap orang terjaga, mulai dari janin hingga dewasa. Dengan syariat Islam setiap warga negara Islamapapun suku, ras, dan agamanyadipelihara dan dijamin keselamatan jiwanya.
Bandingkan dengan harga murah nyawa manusia di berbagai penjara di sejumlah negara yang menganut sistem demokrasi dan sistem hukum pidana Barat. Bandingkan dengan murahnya nyawa dalam pandangan para pemilik pabrik senjata dan para pedagang senjata inter-nasional yang senantiasa membuat berbagai rekayasa untuk menyulut peperangan di berbagai belahan dunia. Demi dolar, mereka tidak mempedulikan harga nyawa manusia. Bahkan, mereka lebih menyayangi nyawa ikan paus daripada nyawa anak Adam. Lihat bagaimana mereka begitu sungguh-sungguh melindungi ikan paus dengan alasan untuk melestarikannya. Sebaliknya, bagaimana mereka, dengan alasan teroris, membunuh ribuan nyawa pejuang-pejuang Islam di Palestina. Perang Dunia I dan II, Perang Vietnam, Perang Teluk, Perang Bosnia, Perang Kosovo, Perang Albania, embargo dan penyerangan terhadap Irak, pembantaian Muslim Palestina, penghancuran Afganistan, Chechnya, dan Dagestan adalah secuil bukti nyata tak terbantahkan.
5.      Memelihara Harta: dengan menetapkan sanksi hukum terhadap tindakan pencurian dengan hukuman potong tangan yang akan mencegah manusia dari tindakan menjarah harta orang lain. (Lihat: QS al-Maidah [5]: 38). Demikian pula peraturan pengampunan (hijr), yakni pencabutan hak mengelola harta bagi orang-orang bodoh dengan menetapkan wali yang akan memelihara harta yang bersangkutan (Lihat: QS an-Nisa’ [4] 5; QS al-Baqarah [2]: 282). Islam juga melarang tindakan belanja berlebihan, yakni belanja pada perkara haram (Lihat: QS al-Isra’ [17]: 29; QS al-An`am [6]: 141; QS al-Isra’ [17]: 26-27). Ketetapan Islam demikian diperuntukkan bagi semua warga negaranya, tanpa memandang agamanya. Karena itu, siapapun orang yang hidup dalam naungan syariat Islam terpelihara hartanya dan terjamin haknya untuk menjalankan usaha.
Bandingkan dengan sistem demokrasi yang memberikan kebebasan kepemilikan sebagai bagian dari HAM yang membuat orang menghalalkan segala cara demi uang. Penipuan, penyuapan, sabotase, perampokan, pencurian, penjebolan bank melalui internet, apa yang terkenal dengan white colar crime hingga perebutan harta di pengadilan adalah hal biasa. Hukuman penjara bukanlah penyelesaian. Bahkan, tidak jarang, penjara adalah “ajang training dan penambahan wawasan” bagi para pelaku tindak kriminal. Tindak kriminal dari yang paling rendah hingga yang paling tinggi, dari yang terang-terangan hingga yang paling tersembunyi, dari yang kasar hingga yang paling halus adalah dalam rangka memenuhi kebiasaan nafsu hidup mewah bangsa-bangsa kapitalis penganut demokrasi. Mereka terbiasa membelanjakan hartanya sekadar untuk bersenang-senang (just for fun), hura-hura dan kegiatan-kegiatan yang tidak berguna: pesta, minum, main perempuan, hingga penggunaan narkoba. Realitas demikian merugikan semua orang, baik muslim ataupun bukan.
6.      Memelihara Aqidah : dengan melarang murtad serta menetapkan sanksi hukuman mati bagi pelakunya jika tidak mau bertobat kembali kepang-kuan Islam (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 217). Sekalipun demikian, Islam tidak memaksa orang untuk masuk Islam (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 256). Melalui hukum syariat seperti ini kaum Muslim terjamin untuk melak-sanakan ajaran agananya. Demikian pula orang non-Muslim; mereka bebas untuk menjalankan agamanya tanpa ada paksaan dari siapapun. Negara menjaminnya, masyarakat Islam memberikannya hak.
Bandingkan dengan sistem demokrasi yang memberikan kebe-basan beragama dan berkeyakinan yangapalagi disertai dengan para-digma bahwa dalam beragama jangan gunakan akaltelah membuat tidak sedikit anak bangsa mereka terperosok ke dalam agama yang tidak masuk akal dan sekte-sekte sesat yang, antara lain, menyajikan bunuh diri massal sebagai solusi dalam mengatasi problema hidup mereka. Padahal, Allah SWT sebagai Pencipta manusia, alam semesta, dan kehidupan telah menganugerahi naluri fitri beragama (Lihat: QS ar-Rum [30]: 30) dan akal (Lihat: QS al-A’raf [7]: 179; QS an-Nahl [16]: 78) agar manusia dapat berjalan menempuh kehidupannya di jalan agamanya yang lurus.
7.      Memelihara Keamanan: yakni dengan menetapkan hukuman berat sekali bagi mereka yang mengganggu keamanan masyarakat, misalnya dengan memberikan sanksi hukum potong tangan plus kaki secara silang serta hukuman mati dan disalib bagi para pembegal jalanan (Lihat: QS al-Maidah [5]: 33). Hukum syariat demikian diberlakukan kepada semua warga negara, baik Muslim atau non-Muslim tanpa diskriminatif. Bahkan, siapapun yang mendalami syariat Islam akan menyimpulkan bahwa keamanan merupakan salah satu kebutuhan pokok kolektif warga yang dijamin oleh Daulah Islamiah.
Bandingkan dengan sistem hukum pada negara-negara demokrasi dan penganut sistem hukum Barat yang tidak tegas terhadap para peng-ganggu keamanan masyarakat. Akibatnya, para residivis bisa menjadi raja preman di luar penjara. Bahkan, sudah sangat masyhur bahwa mafia dan kelompok gangster justru memiliki hubungan “persahabatan” dengan polisi sehingga keberadaan perampok, penjahat, jalanan, dan berbagai mafia kejahatan tetap eksis di seluruh dunia.
8.      Memelihara Negara: dengan menjaga kesatuannya dan melarang orang atau kelompok orang melakukan pemberontakan (bughât) dengan mengangkat senjata melawan negara (Lihat: QS al-Maidah [5]: 33). Nabi Muhammad saw. Juga bersabda:
Siapa yang datang kepada kalian, sementara urusan pemerintah kalian di tangan seorang amir (khalifah), lalu dia berusaha memecah-belah jamaah kalian, potonglah lehernya.
Paradigma dasarnya, Islam hendak menyatukan seluruh umat manusia, bukan memecah-belahnya.
Bandingkan dengan sistem demokrasi yang memberikan hak untuk menentukan nasib sendiri dari suatu bangsa atau daerah. Hal itu sering dipakai sebagai alat untuk melakukan gerakan sparatis. Apa yang terjadi di Indonesia dan Irak adalah contoh nyata. Barat mengopinikan kepada dunia bahwa masing-masing bangsa berhak untuk hidup merdeka. Mereka ikut campur dengan motif-motif politik ataupun ekonomi untuk mengambil untung dari konflik antara suatu daerah atau etnis dengan pemerintahan pusat tersebut. Apalagi Konggres AS siap meratifikasi UU Perlindungan Minoritas yang memberikan kewenangan kepada Angkatan Bersenjata AS untuk mengintervensi negara mana pun yang dianggap melakukan penindasan terhadap minoritas. Kini dunia Islam dipecah belah, dikerat-kerat menjadi lebih dari 50 negara.

Tampaklah, setiap hukum Islam, jika diterapkan, akan menghasilkan tujuan luhur seperti itu. Semua itu akan dirasakan dan menjadi hak setiap orang yang tunduk pada aturan syariat Islam tersebut, baik Muslim ataupun bukan. Dengan demikian, melalui penerapan syariat Islam secara total, kemaslahatan akan dirasakan oleh semua umat manusia. Islam benar-benar merupakan rahmatan lil `âlamîn.
Diambil dari buku Syariah Islam dalam Kebijakan Publik/ Anonim; Indonesia

http://ayok.wordpress.com/2007/02/13/tujuan-tujuan-agung-penerapan-syariat-islam-maqashid-asy-syariah/

Selasa, 31 Januari 2012

CONTOH SURAT KUASA


SURAT KUASA

Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama               : M.Nurfuad
Alamat              : Menteng Dalam Rt 009/09 
Kelurahan         : Menteng Dalam Tebet Jakarta Selatan
No. KTP          : 09.5301.110970.7013
Jabatan              : Direktur

Dengan ini memberikan kuasa kepada,
Nama               : Sarih
Jabatan            : Staff Umum
No.KTP           : 3175103112750017
Alamat             : Lubang Buaya Rt 003/09 Jakarta Timur

Untuk keperluan Pengambilan BPKB Mobil di OTTO Finance dengan Data sbb,
Nomor Polisi               : B 9430 UAA
Nama pemilik              : PT. JIKO GANTUNG POWER
Alamat                         : Jl. Boulevard Barat raya Blk A-3/66 Jakarta utara
Merk/Type                   :  Suzuki Futura AST 150
Jenis/Model                 :  Pick up
Tahun Pembuatan       : 2010
Isi Silinder                   : 01493
Warna                          : Hitam
No. Rangka                 : MHYESL415AJ156607
No. Mesin                   : G15AID766779

Demikianlah Surat Kuasa ini di buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya,
Atas kerja samanya saya sampaikan Terima kasih.

Jakarta, 01 Februari 2012
Pemberi Kuasa                                                                        Penerima Kuasa




  M. Nurfuad                                                                           Sarih

Selasa, 10 Januari 2012

Tempat Meletakkan Kedua Tangan Saat Berdiri Shalat

Ustadz Mustamin Musaruddin, Lc.
PERTANYAAN
Dalam praktik shalat, ketika berdiri, ada sebagian orang yang meletakkan kedua tangannya di atas dada, pusar, dan lain-lain. Bagaimanakah tuntunan yang sebenarnya dalam masalah ini?
JAWABAN
Telah tetap tuntunan Rasulullah shallal lahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, dalam hadits-hadits yang sangat banyak, bahwa pada saat berdiri dalam shalat, tangan kanan diletakkan di atas tangan kiri, dan ini merupakan pendapat jumhur tabi’in dan kebanyakan ahli fiqih, bahkan Imam At-Tirmidzy berkata, “Dan amalan di atas ini adalah amalan di kalangan ulama dari para shahabat, tabi’in, dan orang-orang setelah mereka ….” Lihat Sunan -nya 2/32.
Akan tetapi, ada perbedaan pendapat tentang tempat meletakkan kedua tangan (posisi ketika tangan kanan di atas tangan kiri) ini di kalangan ulama, dan inilah yang menjadi pembahasan untuk menjawab pertanyaan di atas.
Berikut ini pendapat para ulama dalam masalah ini, diringkas dari buku La Jadida Fi Ahkam Ash-Shalah karya Syaikh Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid
Pendapat Pertama , kedua tangan diletakkan pada an-nahr.An-nahr adalah anggota badan antara di atas dada dan di bawah leher. Seekor onta yang akan disembelih, maka disembelih pada nahr-nya dengan cara ditusuk dengan ujung pisau. Itulah sebabnya hari ke-10 Dzulhijjah, yaitu hari raya ‘Idul Adha (Qurban), disebut juga yaumun nahr -hari An-Nahr (hari penyembelihan)-.
Pendapat Kedua , kedua tangan diletakkan di atas dada. Ini adalah pendapat Al-Imam Asy-Syafi’iy pada salah satu riwayat darinya, pendapat yang dipilih oleh Ibnul Qayyim Al-Jauzy dan Asy-Syaukany, serta merupakan amalan Ishaq bin Rahawaih. Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Al-Albany dalam kitab Ahkamul Jana` iz dan Sifat Shalat Nabi .
Pendapat Ketiga ,kedua tangan diletakkan di antara dada dan pusar (lambung/perut). Pendapat ini adalah sebuah riwayat pada madzhab Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad, sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam Asy-Syaukany dalam Nailul Authar . Pendapat ini dikuatkan oleh Al-Imam Nawawy dalam Madzhab Asy-Syafi’i, dan merupakan pendapat Sa’id bin Jubair dan Daud Azh-Zhahiry sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawy dalam Al-Majmu’ (3/313).
Pendapat Keempat , kedua tangan diletakkan di atas pusar. Pendapat ini merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad dan dinukil dari Ali bin Abi Thalib dan Sa’id bin Jubair.
Pendapat Kelima ,kedua tangan diletakkan di bawah pusar. Ini adalah pendapat madzhab Al-Hanafiyah bagi laki-laki, Asy-Syafi’iy dalam sebuah riwayat, Ahmad, Ats-Tsaury dan Ishaq
Pendapat Keenam ,kedua tangan bebas diletakkan dimana saja: di atas pusar, di bawahnya, atau di atas dada.
Imam Ahmad ditanya, “Dimana seseorang meletakkan tangannya apabila ia shalat?” Beliau menjawab, “Di atas atau di bawah pusar.” Semua itu ada keluasan menurut Imam Ahmad diletakkan di atas pusar, sebelumnya atau di bawahnya. Lihat Bada`i’ul Fawa`id 3/91 karya Ibnul Qayyim.
Berkata Imam Ibnul Mundzir sebagaimana dalam NailulAuthar , “Tidak ada sesuatu pun yang tsabit (baca: shahih) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, maka ia diberi pilihan.” Perkataan ini serupa dengan perkataan Ibnul Qayyim sebagaimana yang dinukil dalam Hasyiah Ar-Raudh Al-Murbi’ (2/21).
Pendapat ini merupakan pendapat para ulama di kalangan shahabat, tabi’in dan setelahnya. Demikian dinukil oleh Imam At-Tirmidzy.
Ibnu Qasim, dalam Hasyiah Ar-Raudh Al-Murbi’ (2/21), menisbahkan pendapat ini kepada Imam Malik.
Pendapat ini yang dikuatkan oleh Syaikh Al-‘Allamah Al-Muhaddits Muqbil bin Hady Al-Wadi’iy rahimahullah karena tidak ada hadits yang shahih tentang penempatan kedua tangan saat berdiri melaksanakan shalat.
Dalil-Dalil Setiap Pendapat dan Pembahasannya
Dalil Pendapat Pertama
Dalil yang dipakai oleh pendapat ini adalah atsar yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu tentang tafsir firman Allah Ta’ala,
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah.” [ Al-Kautsar: 2 ]
Beliau berkata (menafsirkan ayat di atas -pent.),
وَضْعُ الْيَمِيْنِ عَلَى الشِّمَالِ فِي الصَّلاَةِ عِنْدَ النَّحْرِ
“Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dalam shalat pada an-nahr.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqy 2/31)
Pembahasan
Riwayat ini lemah karena pada sanadnya terdapat Ruh bin Al-Musayyab Al-Kalby Al-Bashry yang dikatakan oleh Ibnu Hibban bahwa ia meriwayatkan hadits-hadits palsu dan tidak halal meriwayatkan hadits darinya. Lihat Al-Jauhar An-Naqy .
Dalil Pendapat Kedua
Dalil pertama , hadits Qabishah bin Hulb Ath-Tha’iy dari bapaknya, Hulb radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَسَلَّمَ يَضَعُ هَذِهِ عَلَى هَذِهِ عَلَى صَدْرِهِ وَوَصَفَ يَحْيَى الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى فَوْقَ الْمِفْصَلِ
“Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam meletakkan ini di atas ini, di atas dadanya -dan yahya (salah seorang perawi -pent.) mencontohkan tangan kanan di atas pergelangan tangan kiri-.”
Pembahasan
Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Imam Ahmad dalam Musnad -nya (5/226) dan Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 434 (dan lafazh hadits baginya) dari jalan Yahya bin Sa’id Al-Qaththan, dari Sufyan Ats-Tsaury, dari Simak bin Harb, dari Qabishah bin Hulb.
Hadits ini diriwayatkan dari Hulb Ath-Tha’iy oleh anaknya, Qabishah, dan dari Qabishah hanya diriwayatkan oleh Simak bin Harb. Selanjutnya, dari Simak bin Harb diriwayatkan oleh 6 orang, yaitu:
Sufyan Ats-Tsaury, akan disebutkan takhrijnya.
Abul Ahwash, diriwayatkan oleh At-Tirmidzy no. 252, Ibnu Majah no. 809, Ahmad 5/227, ‘Abdullah bin Ahmad dalam Zawa`id Al-Musnad 5/227, Ath-Thabarany 22/165/424, Al-Baghawy 3/31, dan Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 435.
Syu’bah bin Al-Hajjaj, diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim dalam Al-Ahad Wal Matsany no. 2495 dan Ath-Thabarany 22/163/416.
Syarik bin ‘Abdillah, diriwayatkan oleh Ahmad 5/226, Ibnu Abi ‘Ashim dalam Al-Ahad Wal Matsany no. 2493, Ibnu Qani’ dalam Mu’jam Ash-Shahabah 3/198, Ath-Thabarany 22/16/426, dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam At-Tamhid 20/73.
Asbath bin Nashr, diriwayatkan oleh Ath-Thabarany 22/165/422.
Hafsh bin Jami’, diriwayatkan oleh Ath-Thabarany 22/165/423.
Za`idah bin Qudamah, diriwayatkan oleh Ibnu Qani’ dalam Mu’jam Ash-Shahabah 3/198.
Dari ketujuh orang ini, tidak ada yang meriwayatkan lafazh “Meletakkan ini atas yang ini, di atas dadanya”, kecuali riwayat Yahya bin Sa’id Al-Qaththan dari Sufyan Ats-Tsaury, yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad 5/226 dan Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 434.
Kemudian, Yahya bin Sa’id Al-Qaththan bersendirian dalam meriwayatkan lafazh tersebut dan menyelisihi 5 rawi tsiqah lainnya dari Sufyan Ats-Tsaury, yang kelima orang tersebut meriwayatkan hadits ini tanpa tambahan lafazh “Meletakkannya di atas dada”. Kelima rawi tersebut adalah:
Waki’ bin Jarrah, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 1/342/3934, Ahmad 5/226, 227, Ibnu Abi ‘Ashim no. 2494, Ad-Daraquthny 1/285, Al-Baihaqy 2/29, Al-Baghawy 3/32, dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam At-Tamhid 20/74.
‘Abdurrahman bin Mahdy, diriwayatkan oleh Ad-Daraquthny 1/285.
‘Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf 2/240/3207 dan dari jalannya Ath-Thabarany 22/163/415
Muhammad bin Katsir, diriwayatkan oleh Ath-Thabarany 22/165/421.
Al-Husain bin Hafsh, diriwayatkan oleh Al-Baihaqy 2/295.
Hadits Qabishah adalah hadits yang hasan dari seluruh jalan-jalannya. Dihasankan oleh At-Tirmidzy 2/32 dan diakui kehasanannya oleh An-Nawawy dalam Al-Majmu’ 2/312.
Penyebab hasannya adalah Qabishah bin Hulb, meskipun mendapatkan tautsiq dari sebagian ulama, tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Simak bin Harb. Berkata Ibnu Hajar di dalam At-Taqrib, “Maqbul,” yang artinya riwayatnya bisa diterima kalau ada pendukungnya, kalau tidak ada maka riwayatnya lemah.
Riwayat yang hasan tersebut adalah tanpa tambahan lafazh “Meletakkan tangannya di atas dada”.
Jadi jelaslah, bahwa Yahya bin Sa’id bersendirian dalam meriwayatkan lafazh “meletakkan ini atas yang ini, di atas dadanya”, dan menyelisihi 6 orang lainnya dari Sufyan Ats-Tsaury, dan menyelisihi Ashab (baca: murid-murid) Simak bin Harb yang lain, seperti Za`idah bin Qudamah, Syu’bah, Abul Ahwash, Asbath bin Nashr, Syarik bin ‘Abdillah, dan Hafsh bin Jami’. Maka jelaslah bahwa terdapat kesalahan pada riwayat tersebut, sehingga dihukumi sebagai riwayat yang syadz ‘ganjil’ atau mudraj, tetapi kami tidak bisa menentukan dari mana asal dan kepada siapa ditumpukan kesalahan ini. Wallahu a’lam.
Dalil kedua , Hadits Wa`il bin Hujr radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى يَدِهِ الْيُسْرَى عَلَى صَدْرِهِ
“Saya shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di atas dadanya.”
Pembahasan
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah dalam Shahih -nya 1/243 no. 479 dari jalan Abu Musa (Al-‘Anazy), dari Mu`ammal (bin Isma’il), dari Sufyan Ats-Tsaury, dari ‘Ashim bin Kulaib, dari bapaknya, dari Wa`il bin Hujr radhiyallahu ‘anhu.
Riwayat ini adalah riwayat yang syadz atau mungkar karena Mu`ammal bin Isma’il meriwayatkannya dengan tambahan lafazh “di atas dada”, dan dia menyelisihi 2 orang selainnya yang meriwayatkan dari Sufyan, yaitu:
‘Abdullah bin Al-Walid (diriwayatkan oleh Imam Ahmad 4/318).
Muhammad bin Yusuf Al-Firiyaby ( Al-Mu’jamul Kabir /Ath-Thabarany no. 78).
Juga meyelisihi 10 orang yang meriwayatkan dari ‘Ashim bin Kulaib. Kesepuluh orang tersebut adalah:
Bisyr bin Al-Mufadhdhal, diriwayatkan oleh Imam Abu Daud 1/456 no. 726, 1/578 no. 957 dari jalan Musaddad, darinya (Bisyr bin Al-Mufadhdhal), dan An-Nasa`i 3/35 hadits no. 1265 dari jalan Isma’il bin Mas’ud, darinya.
‘Abdullah bin Idris, diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahih -nya ( Al-Ihsan 3/308/hadits no. 1936) dari jalan Muhammad bin ‘Umar bin Yusuf, dari Sallam bin Junadah, darinya (‘Abdullah bin Idris).
‘Abdul Wahid bin Ziyad, diriwayatkan oleh Ahmad 4/316 dari jalan Yunus bin Muhammad, darinya, Al-Baihaqy 2/72 dari jalan Abul Hasan ‘Ali bin Ahmad bin ‘Abdan, dari Ahmad bin ‘Ubeid Ash-Shaffar, dari ‘Utsman bin ‘Umar Adh-Dhabby, dari Musaddad, darinya.
Zuhair bin Mu’awiyah, diriwayatkan oleh Ahmad 4/318 dari jalan Aswad bin ‘Amir, darinya, dan Ath-Thabarany dalam Al-Mu’jamul Kabir 22/26/84 dari jalan ‘Ali bin ‘Abdul ‘Aziz, dari Abu Ghassan Malik bin Isma’il, darinya.
Khalid bin Abdullah Ath-Thahhan, diriwayatkan oleh Al Baihaqy 2/131 dari 2 jalan, yaitu dari jalan Abu Sa’id Muhammad bin Ya’qub Ats-Tsaqafy, dari Muhammad bin Ayyub, dari Musaddad, darinya, dan dari jalan Abu ‘Abdillah Al-Hafizh, dari ‘Ali bin Himsyadz, dari Muhammad bin Ayyub, dan seterusnya seperti jalan di atas.
Sallam bin Sulaim Abul Ahwash, diriwayatkan oleh Abu Daud Ath-Thayalisy di dalam Musnad -nya hal 137/hadits 1060 darinya, dan Ath-Thabarany ( Al-Mu’jamul Kabir 22/34/80) dari jalan Al-Miqdam bin Daud, dari Asad bin Musa, darinya.
Abu ‘Awanah, diriwayatkan oleh Ath-Thabarany dalam Al-Mu’jamul Kabir 22/34/90 dari 2 jalan: dari jalan ‘Ali bin ‘Abdil ‘Aziz, dari Hajjaj bin Minhal, darinya, dan dari jalan Al-Miqdam bin Daud, dari Asad bin Musa, darinya.
Qais Ar-Rabi’, diriwayatkan oleh Ath-Thabarany dalam Al-Mu’jamul Kabir 22/34/79 dari jalan Al-Miqdam bin Daud, dari Asad bin Musa, darinya.
Ghailan bin Jami’, diriwayatkan oleh Ath-Thabarany 22/34/88 dari jalan Al-Hasan bin ‘Alil Al-‘Anazy dan Muhammad bin Yahya bin Mandah Al-Ashbahany dari Abu Kuraib, dari Yahya bin Ya’la, dari ayahnya, darinya.
Zaidah bin Qudamah, diriwayatkan oleh Ahmad 4/318 dari jalan ‘Abdushshamad, darinya.
Mu`ammal bin Isma’il sendiri adalah rawi yang dicela hafalannya. Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar, dalam Taqribut Tahdzib ,memberikan kesimpulan, “Shaduqun Sayyi`ul Hifzh,” sementara dia sendiri telah menyelisihi ‘Abdul Wahid dan Muhammad bin Yusuf Al-Firiyaby pada periwayatannya dari Sufyan Ats-Tsaury, serta menyelisihi 10 orang rawi dari ‘Ashim bin Kulaib lainnya yang sebagian besarnya adalah tsiqah dan semuanya tidak ada yang meriwayatkan lafazh “pada dadanya”.
Ada jalan lain bagi hadits Wa`il bin Hujr ini, yaitu diriwayatkan oleh Al-Baihaqy 2/30 dari jalan Muhammad bin Hujr Al-Hadhramy, dari Sa’id bin ‘Abdil Jabbar bin Wa`il, dari ayahnya, dari ibunya, dari Wa`il bin Hujr, tetapi terdapat beberapa kelemahan di dalamnya:
Muhammad bin Hujr lemah haditsnya, bahkan Imam Adz-Dzahaby, dalam Mizanul I’tidal ,mengatakan, “Lahu manakir ‘meriwayatkan hadits-hadits mungkar’.” Lihat juga Lisanul Mizan .
Sa’id bin ‘Abdul Jabbar, dalam At-Taqrib ,disebutkan bahwa ia adalah rawi dha’if.
Ibu ‘Abdul Jabbar. Berkata Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar An-Naqy , “Saya tidak tahu keadaan dan namanya.”
Dalil ketiga , hadits Thawus bin Kaisan secara mursal, dia berkata,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَضَعُ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى يَدِهِ الْيُسْرَى ثُمَّ يَشُدُّ بَيْنَهُمَا عَلَى صَدْرِهِ وَهُوَ فِي الصَّلاَةِ
“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya kemudian mengeratkannya di atas dadanya,dan beliau dalam keadaan shalat.”
Pembahasan
Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Daud di dalam kitabnya, As-Sunan , no. 759 dan dalam Al-Marasil hal. 85 dari jalan Abu Taubah, dari Al-Haitsam bin Humaid, dari Tsaur bin Zaid, dari Sulaiman bin Musa, dari Thawus. Sanadnya shahih kepada Thawus, tetapi haditsnya mursal, dan mursal adalah jenis hadits yang lemah.
Dalil keempat , Hadits ‘Ali bin Abi Thalib tentang firman Allah Ta’ala ,
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah.” [ Al-Kautsar: 2 ]
Beliau berkata,
وَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى وَسَطِ سَاعِدِهِ الْيُسْرَى ثُمَّ وَضَعَهُمَا عَلَى صَدْرِهِ فِي الصَّلاَةِ
“Beliau meletakkan tangan kanannya di atas sa’id ‘ setengah jarak pertama dari pergelangan ke siku ’ tangan kirinya, kemudian meletakkan kedua tangannya di atas dadanya di dalam shalat.”
Atsar ini dikeluarkan oleh Ibnu Jarir dalam Tafsir -nya 30/326, Al-Bukhary dalam Tarikh -nya 3/2/437, dan Al-Baihaqy 2/30.
Pembahasan
Berkata Ibnu Katsir dalam Tafsir -nya, “(Atsar) ini, (yang) diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib, tidak shahih (lemah-pent.).”
Berkata Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar An-Naqy , “Di dalam sanad dan matannya ada kegoncangan.”
Berikut rincian kelemahan dan kegoncangan atsar ini.
Atsar ini telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 1/343, Ad-Daraquthny 1/285, Al-Hakim 2/586, Al-Baihaqy 2/29, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah no. 673, dan Al-Khatib dalam Mudhih Auham Al-Jama’ Wa At-Tafriq 2/340. Semuanya tidak ada yang menyebutkan kalimat “di atas dada”, bahkan dalam riwayat Ibnu ‘Abdil Barr, dalam At-Tamhid ,disebutkandengan lafazh “di bawah pusar”. Lihat pula Al-Jarh Wat Ta’dil 6/313.
Perputaran atsar ini ada pada seorang rawi yang bernama ‘Ashim bin Al-‘Ujaj Al-Jahdary, yang dari biografinya bisa disimpulkan bahwa ia adalah seorang rawi yang maqbul. Baca Mizanul I’tidal dan Lisanul Mizan .
‘Ashim ini telah goncang dalam meriwayatkan hadits ini. Kadang dia meriwayatkan dari ‘Uqbah bin Zhahir, kadang dari ‘Uqbah bin Zhabyan, kadang dari ‘Uqbah bin Shahban, dan kadang dari ayahnya, dari ‘Uqbah bin Zhabyan. Baca ‘ Ilal Ad-Daraquthny 4/98-99.
Maka atsar ini adalah lemah. Ibnu Katsir juga menyebutkan dalam Tafsir -nya bahwa atsar ini menyelisihi jumhur mufassirin. Wallahu a’lam.
Kesimpulan
Seluruh hadits yang menunjukkan bahwa kedua tangan diletakkan pada dada ketika berdiri dalam shalat adalah lemah dari seluruh jalan-jalannya dan tidak bisa saling menguatkan. Wallahu a’lam.
Dalil-Dalil Pendapat Ketiga, Keempat dan Kelima
Dalil-dalil ketiga pendapat ini mungkin bisa kembali kepada dalil-dalil yang akan disebutkan, namun perbedaan dalam memetik hukum, memandang dalil, dan mengkompromikannya dengan dalil yang lain menyebabkan terlihatnya persilangan dari ketiga pendapat tersebut.
Berikut ini uraian dalil-dalilnya.
Dalil pertama , dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
إِنَّ مِنَ السُّنَّةِ فِي الصَّلاَةِ وَضَعَ الْأَكُفِّ عَلَى الْأَكُفِّ تَحْتَ السُّرَّةِ
“Sesungguhnya termasuk Sunnah dalam shalat adalah meletakkan telapak tangan di atas telapak tangan di bawah pusar.”
Diriwayatkan oleh Ahmad 1/110, Abu Daud no. 756, Ibnu Abi Syaibah 1/343/3945, Ad-Daraquthny 1/286, Al-Maqdasy no. 771,772, dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam At-Tamhid 20/77. Dalam sanadnya ada rawi yang bernama ‘Abdurrahman bin Ishak Al-Wasity yang para ulama telah sepakat untuk melemahkannya sebagaimana dalam Nashbur Rayah 1/314.
Dalil kedua ,dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
وَضْعُ الْكَفِّ عَلَى الْكَفِّ فِي الصَّلاَةِ تَحْتَ السُّرَّةِ مِنَ السُّنَّةِ
“Meletakkan telapak tangan di atas telapak tangan di bawah pusar di dalam shalat termasuk sunnah.”
Diriwayatkan oleh Abu Daud no. 758. Dalam sanadnya juga terdapat ‘Abdurrahman bin Ishak Al-Wasity.
Dalil ketiga , dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
مِنْ أَخْلاَقِ النُّبُوَّةِ وَضْعُ الْيَمِيْنِ عَلَى الشِّمَالِ تَحْتَ السُّرَّةِ
“Termasuk akhlak-akhlak kenabian, meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di bawah pusar.”
Ibnu Hazm menyebutkannya secara mu’allaq ‘tanpa sanad’ dalam Al-Muhalla 4/157.
Kesimpulan Pembahasan
Dari uraian di atas, nampak jelas bahwa seluruh hadits-hadits yang menerangkan tentang penempatan (posisi) kedua tangan pada anggota badan dalam shalat adalah hadits-hadits yang lemah. Dengan ini, bisa disimpulkan bahwa pendapat yang kuat dalam permasalahan ini adalah pendapat keenam, yaitu bisa diletakkan dimana saja: di dada, di pusar, di bawah pusar, atau antara dada dan pusar. Wallahu a’lam